Jumat, 19 Juni 2009

KOTA AYAT: Peduli Pendidikan Anak Yatim

Program Wajib Belajar yang pernah dicanangkan Pemerintah sejak tahun 1984 masih belum sepenuhnya dinikmati mereka yang paling membutuhkan: anak yatim dan telantar. Malah, meskipun kemudian digulirkan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diambilkan dari subsidi BBM, tidak sedikit sekolah yang masih memungut biaya dari anak didik.

Belakangan Pemerintah kembali mencanangkan Sekolah Gratis untuk anak Indonesia. Anak usia SD dan SMP sejak Januari 2009 bebas SPP, khususnya di sekolah negeri. Dana BOS yang akan diterima oleh tiap siswa adalah sebesar Rp 400.000/tahun untuk SD di wilayah kota, Rp 397.000/tahun untuk SD di kabupaten. Sedangkan untuk siswa SMP di kota Rp 575.000/tahun dan SMP di kabupaten Rp 570.000/tahun.

Kebijakan ini wajib disyukuri. Namun perlu diingat, anak-anak harapan bangsa ini tidak hanya perlu disokong pendidikan umumnya, tapi juga perlu mendapatkan pendidikan agama secara seimbang. Dalam konteks ini, KOTA AYAT bertekad memberikan sumbangsih yang sepadan untuk pe-ningkatan kualitas pendidikan anak yatim dan telantar. “Selain memberikan santunan bulanan, kita arahkan anak yatim untuk bisa mendapatkan pendidikan agama yang memadai,” papar H.M. Aliadin, Kepala Divisi Edukasi KOTA AYAT.

Saat ini KOTA AYAT sedang menggalang kerjasama dengan Madrasah Diniyah Al-Husna. Sebagian besar dari 80 anak asuh KOTA AYAT akan diarahkan untuk bisa menimba ilmu di sini. Ketua Yayasan Masjid Al-Husna, Sunardi, yang mengelola Madrasah Al-Husna ini, memaparkan, saat ini pihaknya mendisain program unggulan tahfidz untuk anak-anak. “Diha-rapkan dalam delapan semester, mereka sudah hafal paling tidak dua juz,” terangnya. “Anak-anak juga dibekali ke-trampilan lain yang membentuk karakter dan kepribadian Islami seperti marawis dan pidato,” imbuhnya lagi.

Selain itu, KOTA AYAT juga menjalin kerjasama dengan lembaga bimbingan belajar LP31. Menurut Rahmat Firdaus, Manajer Bimbingan Belajar LP3I Cabang Cibubur, pihaknya sangat senang bisa bekerja sama dengan KOTA AYAT. “Anak yatim yang ingin belajar, boleh ke LP3I,” tuturnya. Pihaknya akan menerima 10 anak yatim/telantar yang direkomendasikan KOTA AYAT, gratis.

Nota kerjasama dengan LP3I ini ditandatangani saat pembagian santunan untuk anak yatim yang dilakukan di Masjid Al-Husna. Hadir dalam acara itu, tokoh masyarakat antara lain Ustadz Mahfud Insani, Ustadz H. Ahmad Madid, S.Ag, Ketua RW 12, Bpk Nardi P. Wiyono, Ketua RW 02, Bpk. H. Kasimin, dan Ketua RW 09, Bpk H. Bomin Raharjo.

Saat ini, untuk memperkuat basis layanan, KOTA AYAT sedang menggalang kerjasama dengan tiga RW itu. “MoU insya Allah akan ditandatangani pada penyerahan santunan ketiga,” kata Danu Kurnia, Ketua KOTA AYAT. Diharapkan dengan kerjasama ini, pendidikan anak yatim dan telantar bisa seimbang dan berkualitas.

"Saya Sudah Hapal 1 Juzz"

Wajah Eneng (14) tampak cerah. Santri Pondok Pesantren Ulumul Qur’an, Parung, Bogor, itu tak mampu menyembunyikan kegembiraannya. Hari itu, setelah dua bulan ia belajar di tempat baru, ia tampak terharu saat Ustadz Danu Kurnia, Ketua KOTA AYAT, bersama istri berkunjung untuk melihat perkembangan pendidikannya. “Alhamdulillah, saya sudah hafal satu juz,” tutur Eneng senang.

Menurut Ustadz Kurnia, saat pertama kali masuk di pondok tahfidz itu, KOTA AYAT membayarkan Rp 950 ribu untuk uang muka pendidikan Eneng. Dana yang mungkin cukup banyak, tapi tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan uang masuk untuk sekolah TK atau SDIT bonafid yang mencapai puluhan juta. Terlebih, setelah itu, santri dibebaskan dari uang makan dan semua biaya yang terkait dengan tinggal di pondok. “Untuk pegangan Si Eneng, tiap bulan kita kirimkan Rp 100 ribu,” imbuh Ustadz Kurnia.

Eneng berasal dari Naringgul, Cianjur. Setelah ditinggalkan ibunya, ia dibesarkan ayahnya yang hidup dalam keterbatasan. Ia sempat dititipkan sang ayah di rumah neneknya, sebelum kemudian sempat belajar di Madrasah Diniyah Al-Husna, Kampung Baru, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur. Di tempat barunya, Eneng lebih terpanggil untuk belajar ilmu agama. ”Saya juga belajar qoriah dan ketrampilan pidato.”

Di tempat terpisah, Damar, siswa kelas 1 SMPN 258 Jakarta, juga tampak bergembira. Damar, anak bungsu dari tiga bersaudara, ditinggal sang ayah ketika masih berusia dua tahun. Namun ibunya tetap berusaha keras agar ia bisa terus mengenyam pendidikan. Saat KOTA AYAT membuka kerjasama dengan Bimbingan Belajar LP3I, Damar salah satu siswa yang beruntung mendapat kesempatan belajar di lembaga Bimbingan Belajar itu. ”Nilai matematika saya masih di bawah rata-rata. Saya ingin belajar lebih giat lagi ,” tekadnya.

Eneng dan Damar adalah dua dari sekitar 80 anak asuh yang sekarang disantuni KOTA AYAT. Kebanyakan dari mereka adalah anak yatim atau terlantar yang masih tinggal bersama di rumah orang tua masing-masing. Untuk yang masih tinggal bersama orang tua ini, diberikan santunan pendidikan sebesar Rp 50 ribu sebulannya. Meskipun nilainya tidak seberapa, tapi inilah wujud konkrit yang digalang KOTA AYAT untuk menemani dan mengantarkan anak yatim dan terlantar menggapai impiannya.