Ketika Ramadhan tiba, sering kita dapati anak-anak yatim menghiasi layar kaca. Para artis, pengusaha, politikus, dan tak ketinggalan instansi pemerintah dan swasta seperti berlomba-lomba mengundang mereka untuk berbuka puasa. Biasanya diakhiri dengan pemberian santunan. Setelah itu, nasib mereka bak menghilang di telan bumi.
Begitulah yang acap terjadi. Anak yatim dan terlantar hanya menghiasi layar kaca ketika mereka ‘dibutuhkan’. Setelah itu, banyak dermawan yang seolah lupa.
Negara memang menjamin kehidupan mereka. Tak kurang UUD 1945 menyebutkan ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Kalau yang fakir saja dipelihara, apalagi yang yatim. Namun dengan kemampuan anggaran Pemerintah yang cekak , hidup anak yatim dan terlantar pasti semakin sulit.
Di sinilah pentingnya peran masyarakat untuk bukan hanya menyantuni sesaat, tapi lebih dari itu semangat untuk mengantarkan mereka ke pintu kemandirian. Sulit? Tentu iya. Nah, mungkin karena begitu sulitnya menyantuni mereka, jalan ke arah ini disebut ”mendaki lagi sukar”(lihat Box).
Namun, seperti kata pepatah, kalau ada kemauan, pasti ada jalan. Inilah yang dilakukan salah satu orang tua asuh (OTA) yang bergabung dengan KOTA AYAT. Ia menghentikan kebiasaan merokok. Uang yang biasa dibakar, ia sisihkan untuk anak yatim. Hasilnya, ternyata cukup besar. Ia bukan hanya tersadar selama ini telah memubazirkan dana jutaan rupiah hanya untuk asap rokok, tapi juga tersadarkan indahnya berbagi untuk anak yatim. Ah, kenapa sih nggak dari dulu-dulu! Tapi, lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali bukan?
Rabu, 31 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Pengen berenti merokok tapi masih sulit Om..., mudah2an sambil merokok saya masih bisa menyantuni anak Yatim...
Anak yatim itu asset kehidupan dan bakal SDM yang berkualitas. Rasulullah sendiri memilih berdiri di pihak mereka karena kekuatannya ini. Bahkan kelak, kepada mereka yang mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim ini, Rasulullah menjanjikan akan bersamanya berdampingan di syurga. Jaraknya amat rapat, sama seperti jarak antara jari telunjuk dan jari tengah yang dipadukan. "Aku dan pengasuh anak yatim (kelak) di syurga seperti dua jari ini." Menurut Bukhari, Rasulullah berkata seperti itu sambil menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan merepatkan keduanya.
Sebenarnya, tanggung jawab terhadap mereka merupakan kewajiban melekat terhadap siapa saja yang memiliki wewenang, dan lebih-lebih kekuasaan. Buktinya, dalam UUD '45 ayat 34 juga telah dicantumkan tentang perlindungan terhadap anak-anak yatim ini. Tetapi tentu saja hingga sekarangpun kita masih menunggu keseriusan dari pihak-pihak yang berkompeten. Sementara, alangkah nistanya bila kita hanya berpangku tangan merasa tidak bertanggung jawab, melihat mereka gelisah menunggu nasib. Bagi kita, bukan soal tertulis di undang-undang atau tidak, tetapi bagaimanakah agama kita menganjurkan kita bersikap dalam menghadapi persoalan. Undang-undang, sebagai buatan manusia, bisa saja berubah, tetapi hukum Allah tidak pernah mengalami perubahan.
Di samping karena dorongan dari anjuran Nabi, kita juga bisa mengambil hikmah lebih besar dari proses mendidik anak yatim. Secara naluri, mereka lebih siap mandiri dibanding anak-anak biasa. Anak-anak yatim tidak memungkinkan berbangga-bangga dengan kekayaan orang tuanya, karena memang tidak ada. Karena itu bila diarahkan secara benar, rasa sandar diri terhadap kemahaagungan Allah akan lebih totalitas. Mereka memang tidak memiliki tempat mengadu yang lain di kala hati sedang dilanda pilu. Allah-lah tempatnya melaporkan segala keluh-kesah hatinya, gundah-gulananya.
Tetapi potensi kemandirian itupun bisa mengarah kepada kerusakan bila tidak mendapatkan bimbingan yang benar. Anak-anak ini cenderung sulit diatur, bila telanjur salah didik. Mereka merasa lepas dari pengawasan, karena kebiasaan. Alangkah sayang bila terjadi yang demikian, karena keburukan salah seorang anggota masyarakat berarti ancaman bagi anggota yang lain. Karenanya, anak-anak yatim merupakan asset yang mahal bila telah berhasil digali dan didayagunakan kemampuannya. Jangan sampai terlambat yang menyebabkan asset itu berubah menjadi parasit dan sumber bencana.
Posting Komentar